Tahukah Anda, nama Dedy Dorres menempat posisi penting dalam perjalanan musik di Indonesia. Nama Deddy Dores pernah bersanding dengan God Bless dan beberapa musisi rock lainnya. Memangnya Dedy pernah main musik rock?
Generasi sekarang pasti akan mecibir ketika disebut namanya. Dia dikenal hanya dari lagu-lagu tema cinta, dengan progresi chord sederhana. Bahkan jika saja ratusan lagu karya Deddy pada 10 tahun terakhir ini dihilangkan liriknya, niscaya akan ditemui struktur melodi yang 'seragam'.
Gara-gara mengorbitkan lagu-lagu cinta, namanya kemudian dikelompokkan ke deretan musisi yang 'main' di genre cinta ini seperti Rinto Harahap, Pance Pondaag dan Obbie Messakh.
Deddy juga punya kelebihan lain. Dia pandai memilih calon bintang yang bakal diorbitkannya. Dedyd jeli memilih penyayi (khususnya perempuan) yang bakal diorbitkannya. salah satu yang jadi fenomenal adalah almarhum Nike Ardilla. Lewat album Seberkas Sinar (1990), yang khabarnya terjual 300.000 copies. Tahun 1992, Nike melepas album Bintang Kehidupan, masih dengan motor penggerak Deddy Dores. Album ini terjual 2 juta keping. Album terakhir Nike Sandiwara Cinta dari data terakhir setelah meninggalnya Nike tahun 1995, terjual 2 juta keping juga. Di tangan Deddy Dores, Nike memang menjadi pop star untuk 6 album.
Deddy berhasil mencetak mega bintang baru di musik pop (pakai unsur rock sedikit), dengan formula lirik cinta yang manis, melodi standar dan keharusan lain: penyanyinya cantik. Formula inilah yang melanjutkan pengembaraan Deddy Dores di peta musik pop negeri ini.
Lagu tema cinta, penyanyi jelita. Jika ada penyanyi laki-laki yang membawakan lagu karyanya, paling banter bernama Deddy Dores juga. "Saya memang mengawali terjun ke musik pop lewat rekaman suara saya sendiri," ujar Deddy.
Pekerjaan itu dilakukannya pada tahun 1971, pada saat koceknya krisis karena grup Rhapsodia yang dibangunnya, belum menghasilkan dana bagus untuk menopang hidupnya. Album solo Hilangnya Seorang Gadis, cukup dikenal khalayak pop waktu itu. Deddy baru membuat album pop lagi pada tahun 1978, kali ini berduet dengan Lilian. "Album-album pop yang saya buat pada tahun 70-an sebenarnya hanya sebagai selingan. Semacam relaksasi di tengah kegiatan saya manggung dengan Rhapsodia, God Bless dan Giant Step. Saya benar-benar cari duit di musik pop sejak ketemu Nike pada tahun 1989, dan tahun 90 merekam Seberkas Sinar itu," pembelaan Deddy.
Bagaimana awal mula Deddy menerjuni musik pop? "Sulit sekali, karena dunia pop ini sangat njomplang dibanding kebiasaan saya manggung dengan atribut rock. Waktu itu dengan sadar saya masuki dunia penciptaan lagu-lagu cengeng. Waktu itu banyak pula kritik datang ke saya, saya melacurkan diri. Tapi bagaimana pun juga, saya perlu hidup. Orang nggak bisa tahu apa saja kebutuhan saya," ujar Deddy dengan ekspresi datar. "Tapi, biarlah saya main musik yang begini dulu, setelah posisi saya kuat, baru saya akan kembali ke idealis saya. Seperti sekarang ini, saya sedang menyiapkan produksi sendiri, merekam album Superkid. Ini band kebanggaan saya, yang dibangun Denny Sabri dengan formasi trio: Deddy Stanzah, Jelly Tobing dan saya. Rekaman ini mau laku atau nggak, saya nggak peduli. Yang penting, di sinilah Superkid berekspresi, dan rekaman ini benar-benar idealisme saya sendiri, dibantu kawan-kawan dari Superkid, " tambah Deddy pada suatu waktu.
Superkid adalah band format 3 pemain. Band ini dibangun tahun 1975 dan sempat melakukan tour Indonesia, dengan kiblat musiknya ke Rolling Stones. Stanzah sebagai vokalis memang banyak dapat influence dari Mick Jagger. Deddy Dores pada posisi keyboard dan gitar, Deddy Stanzah pada bas dan Jelly untuk drums. Formasi ini amat mirip dengan AKA Group, cuma AKA ( Arthur Kaunang, Ucok Harahap, Syech Abidin dan Soenata Tanjung ) banyak memainkan lagu-lagu ELP, bukan Stones.
Superkid tewas pada tahun 1978, menghasilkan lagu hit 'Gadis Bergelang Emas'. Vakumnya Superkid banyak diduga karena miss-management. Entah versi kang Denny Sabri sebagai manajernya. Sebelum itu, Deddy Dores membangun grup Rhapsodia (1969-1972), yang sempat berganti nama dengan Freedom of Rhapsodia. Di tengah inilah, Deddy membuat solo album pop Hilangnya Seorang Gadis (1971). Pada tahun 1974, Deddy Dores masuk formasi God Bless, dengan formasi Ludwin LeMans (gitar), Achmad Albar (vokal), Deddy Dorres (gitar).
Dedy juga sepat menelorkan band bernama Lipstick. Band yang biasanya mengusung musik rock ini lahir tahun 80-an. Tapi tidak lama, karena kemudian bubar. Beberapa nama yang diorbitkan kang Deddy --begitu biasa dia dipanggil-- seperti Nike Ardilla, Poppy Mercury, dan Nafa Urbach, dan duet kembar Doris Dagmar.
tembang.com
Saturday, January 31, 2009
DEDDY DORES
Posted by The Creature at 10:30 PM 1 comments
Labels: classic rock, rock
ABBHAMA
Bagi sekalangan musisi anyar sekarang ini, nama band tersebut "jauh dari jangkauan" lantaran memang tak sempat melejit tinggi. Terbentuk tahun 1977, Abbhama Band memang terpengaruh oleh berkembangnya aliran progresif rock di tahun 70-an. Personil awal (dan jadi akhir) adalah Iwan Madjid (vokal, piano), Oni (kibor), Darwin (bas), Robin (dram), Dhrama (flute), Cok B (gitar), Hendro (oboe).
Yang menarik dari band ini adalah, kemampuan musikalnya tidak kalah dengan musisi asing waktu itu. Hal ini diakui oleh penggemar-penggemar progresive rock tak cuma di Indonesia, tapi juga dari negara lain, seperti Jepang misalnya. Kelemahannya --dan ini jadi rata-rata kelemahan band Indonesia saat itu-- adalah kualitas rekaman (mixing dan mastering yang sangat buruk.
Dengan segala keterbatasan itulah, tahun 1978 Abbhama Band "nekat" merilis album yang diberi titel ALAM RAYA. Dari sound dan lirik yang dipakai (hampir semua lirik ditulis oleh Iwan Hasan), band ini kental mengusung progresif rock. Ada yang bilang, musiknya mendekati progresif rock ala Perancis atau Italia.
Kabarnya, Iwan Madjid dan teman-temannya juga dipengaruhi oleh ELP (Emerson Lake Palmer), band progresive rock asal Inggris. Sementara lirik yang ditulis Iwan, menurut pengakuannya diinspirasi oleh Buch dan Debussy.
Sayang, usai merilis album perdana, band ini tidak berumur panjang. Personilnya kemudian berkiprah sendiri-sendiri. Iwan Madjid dan Darwin melanjutkan kiprah bermusiknya dengan membantuk WOW, tahun 1983-an. Band yang juga mengusung progresif rock ini sempat melibatkan nama seperi Fariz RM dan Moesja Joenoes.
Abbhama Band memang tidak berumur panjang. Mungkin sekedar numpang lewat di sejarah musik Indonesia khususnya progresif rock. Tapi dari komposisi yang dimainkannya, paling tidak membuat kita tahu, musisi Indonesia sebenarnya sudah diperhitungkan sejak dulu.
tembang.com
Posted by The Creature at 9:57 PM 0 comments
Labels: progesif rock
Thursday, January 29, 2009
SOUTHERN BEACH TERROR
Dengarkan!! Irama musik surf yang antik dari khazanah rock & roll jaman perjuangan. Ada suara gitar vintage yang cukup panik namun seksi. Ketukan snare drum yang berputar-putar. Sekilas sangat experimental dan instrumental. Dari eloknya pasir pantai hingga soundtrack film action kelas dua. Riding a tsunami!
STORY Band ini awalnya merupakan side project dari Bowow [Coffin Cadillac], Fossil [The Strawberries] dan Bimo [Killed On Juarez] di tahun 2003. Bimo lalu memilih keluar dari band karena alasan tertentu dan menyebabkan aktifitas bermusik mereka terhenti. Selama dua tahun, Bowow intens belajar main gitar sambil terus mendengarkan The Ventures, The Shadows, serta musik rock & roll dari era 50-an dan 60-an. Dia lalu menghubungi Fossil untuk membangun proyek bandnya kembali dengan irama musik surf-rock. Beberapa sesi latihan awal mereka yang mengkover lagu-lagu The Ventures dan The Shadows ternyata berjalan cukup berat. Hingga akhirnya Bowow 'dicerahkan' oleh CD The Ghastly Ones dan memilih untuk membawakan lagu-lagu band tersebut.
Nama band The Southern Beach Terror [TSBT] diambil dari judul film horor klasik Kerajaan Laut Kidul [The Southern Sea Kingdom], yang juga jadi representasi dari Jogjakarta, kota domisili mereka. Film tersebut menceritakan legenda rakyat lokal tentang kerajaan spiritual di selatan Jogja yang dipimpin oleh seorang ratu bernama 'Nyai Roro Kidul'. Akhir-akhir ini, TSBT sudah banyak mengisi pentas-pentas lokal di sekitar kota Jogja. Influens musik mereka pun mulai berkembang sampai ke arah The Cramps, The Sonics, dan band-band sejenis lainnya. Kecintaan Bowow dkk terhadap musik surf juga jadi motivasi tersendiri untuk terus membuat progres dan menciptakan nada-nada yang 'berani beda' dari band lokal kebanyakan.
BOILING POINT Meskipun TSBT tidak berasal dari scene surfing, namun mereka boleh dibilang satu-satunya band yang memainkan musik surf-rock di Jogja, bahkan mungkin di Indonesia!...
apokalip.com
Posted by The Creature at 9:42 PM 0 comments
Labels: post metal
SONIC TORMENT
Sulit untuk didefinisikan. Bayangkan elemen rock, alternatif, punk, hardcore, noise, metal, dan grind yang di-blend jadi satu. Semacam ramuan krossover yang mencampur semua genre cadas era 90-an. Dengan lirik sunda yang kasar serta bernuansa preman lokal. Sound khas tipikal 'Palapa' yang raw bersama liukan beat musik yang agresif.
Konon kabarnya Sonic Torment itu berdiri tahun 1995, tepatnya pada malam Jum'at Kliwon di kawasan Kaum Kidul, Ujungberung Bandung. Dinan [vokalis] yang menggagas band ini gara-gara pusing dengan masalah dunia, frustasi akibat perempuan, dan sakit hati pada sekitarnya. Nama 'Sonic Torment' bisa jadi diambil dari Flesh Ripping Sonic Torment, yaitu demo pertama milik Carcass di tahun 1987. Ini sangat mungkin sekali, mengingat Dinan sendiri adalah fans berat dari grup gore-grind asal Inggris tersebut. Sejak awal, Dinan bersama dengan Kimung [bass], Sule [gitar], dan Abah [drum] mulai bikin lagu berlirik sunda serta ramuan musik crossover yang khas ala mereka. Di tahun 1996, Sonic Torment merilis debut klasik bertitel Haatzaii Artikelen [Palapa records] dengan engineer Kang Memet.
Sejak itu mereka rajin 'ditanggap' di berbagai pentas di kota Bandung. Tapi jadwal show yang padat itu agaknya di luar perkiraan mereka. Karena awalnya Sonic Torment itu sekedar proyek fun - mengingat personil lainnya sudah punya band tetap. Alhasil, kisah band ini semakin aneh namun menarik. Sule sempat dipecat gara-gara sibuk pacaran. Penggantinya Ayi justru sama saja, juga doyan kencan. 'Virus-virus cinta' itu akhirnya menular kepada seluruh personil dan bikin band ini makin mengambang tidak jelas. "Jadi weh ST band bobogohan. Rasa bendu, ambek jeung pongah nu jadi simbol ST diganti ku cinta. Puguh weh teu nyarambung!" Pada tahun 1997, Dinan hijrah menjadi penyiar radio di Bali dan Sonic Torment tidak pernah ada kabarnya lagi. Yah, sebut saja bubar!...
Sepuluh tahun kemudian, baru diketahui kalau master rekaman Haatzaii Artikelen itu masih ada dan disimpan rapi oleh Dinan. Produser metal kawakan Yayat Achdiyat [yang tak lain adalah keponakan dari Kang Memet] langsung menyemangati Sonic Torment untuk segera reuni dan merilis ulang album yang legendaris itu. Kimung, Abah, Ayi dan Dinan merespon positif, "Hayu atuh sok lah, 100% lahir batin siap ngacak-ngacak deuih, ku aing di jabanan lah, anjing teh!" Berita ini langsung merebak di kalangan mereka. Jika ini benar, maka reuni Sonic Torment setelah sepuluh tahun adalah berita paling keren dari scene musik underground kota Bandung. Dan tampaknya mereka memang cukup bersemangat jika melihat dari aktivitasnya di MySpace dan merchandise yang dirilis baru-baru ini. Sepertinya Sonic Torment siap kembali membawa panji, "Sendal jepit calana rombeng, hirup ka jepit teu kudu goreng!"
Sebelum membentuk Sonic Torment, Dinan dikenal sebagai editor Revograms, fanzine underground pertama di Indonesia. Kimung [eks Burgerkill/NicFit] adalah penulis buku Myself ; Scumbag. Sule pernah memperkuat legiun black metal Sacrilegious. Abah sempat 'mengetuk gendang' di mana-mana, dan sekarang hinggap di Burgerkill sebagai drummer.
apokalip.com
Posted by The Creature at 9:26 PM 0 comments
Labels: metal
GHAUST
"A fairly consistent listen of forceful yet controlled heaviness. Involved influence from Boris, Pelican, Amebix, Kyuss and Corrupted," begitu yang tertulis pada halaman MySpace mereka. Melihat dari kuantitas personil, instrumen dan influens, maka bisa ditebak kalau Ghaust memainkan musik post-metal. Akar musik mereka adalah hasil eksplorasi metal yang dilatari dengan kombinasi antara stoner, sludge, doom, hardcore punk, dan post-rock. Tentu ini menjadi sebuah perayaan yang menyenangkan bagi para pencinta Isis, Pelican, Red Sparrowes, Eyehategod hingga Mogwai. "Tetapi jika anda tetap memaksa untuk berpikir atau berharap bahwa musik Ghaust itu adalah thinking man's metal, maka bersiaplah untuk kecewa!" pesan mereka kemudian.
Ghaust dibentuk pada awal bulan Agustus 2005 di kota Jakarta oleh demonic duo, Uri A Putra [gitar] dan M Edward [drum]. Sejak awal tahun 2007 lalu mereka sudah merekam materi debut album di Sinjitos studio dengan supervisi dari Iyub [Sugarstar, Santa Monica]. Di sela rekaman, Ghaust juga membagikan gratis materi demo bertajuk 600335/047545 yang berisi empat lagu ; Day After [Fucked-Up Version], The Wolf and The Boar, Black Ice Battle, dan Torchlight [Edit-Version/Live]. Kemudian mereka sempat terlibat dalam proyek kompilasi Droning Earth Vol.6. Di tengah proses penggarapan album perdana, ternyata mereka mengalami banyak perubahan mulai dari titel, list lagu, hingga artwork.
"Dulu pada awalnya kami sering menulis bahwa album perdana kami akan dinamakan Defeating Earth Gravity, tetapi seiring waktu dalam mengerjakan album ini kami sedikit merasa bahwa judul itu sudah tidak pantas untuk dijadikan sebagai nama album perdana kami. Karena memang materi di album perdana kami sudah berubah dan sedikit-banyak mengalami perkembangan baik dari ide maupun segi musikalitas," jelas mereka. "Materi baru dari album ini adalah materi terbaik yang berhasil kami buat pada saat ini. Mengambil dari banyaknya influence musik dari band-band yang luar biasa seperti His Hero Is Gone, OM, Corrupted, Neurosis, Godspeed You Black Emperor, Slayer, hingga rutinitas hidup kami yang akhirnya menghasilkan sesuatu yang sangat personal di album perdana ini." Kemudian soal titel albumnya nanti, mereka juga menjelaskan panjang lebar, "Nama Defeating Earth Gravity dulu diambil dari keterkaitan konsep lagu perlagu pada materi awal yang kami buat, tetapi ternyata materi lama kami hampir semua tidak ada yang masuk ke dalam album ini. Semuanya tergantikan dengan materi baru dan hanya The Wolf and The Boar saja yang dipertahankan. Jadi jika ada yang bertanya apa nama judul album perdana Ghaust? Album ini tidak memiliki judul alias album self-titled. Kami sudah lelah dengan berkonsep ria, mungkin sekarang bukan saatnya..."
Ghaust termasuk band dengan formasi dan corak musik yang unik dan tidak biasa di scene cadas. Mereka mulai sering tampil di panggung-panggung lokal Jakarta. Sempat juga membuka konser launching Seringai tahun lalu. Ghaust is now restoring an heavy instrumental composition to it's authority!...
apokalip.com
Posted by The Creature at 9:18 PM 0 comments
Labels: post metal
Tuesday, January 27, 2009
BLEEDING CORPSE
Bayangkan.... Death metal yang digerus lebih brutal dan berdarah-darah. Dengan beat super kencang dan vokal gogorowok yang sadis. Sesekali ada groove dan melodi. Selebihnya pendengar perlu tarik nafas panjang. Sebab ini memang bukan untuk telinga yang lemah.Inilah musik pembunuh dari Bleeding Corpse.
Bleeding Corpse yang terbentuk pada akhir tahun 2005 ini dimotori oleh Uus Death [eks Balance of Terror] pada gitar, Adrian pada bass, Boby [eks Dishonest] pada vokal, serta drummer Ari [eks Injected Sufferage / Lumpur]. Pada bulan November 2006, mereka sempat membuat promo CD yang berisi tiga buah lagu ; Bangkai Para Pendosa, Simpuh Tubuh Terbunuh, dan Nista Maja Utama.
Uus dkk sempat menambah satu gitaris lagi yaitu Lukman [eks Filgrim] di pertengahan tahun 2007. Namun itu tidak lama, setelah manggung di acara Bandung Death Fest #2 Lukman terpaksa mengundurkan diri dan band ini tetap bertahan dalam formasi kuartet. Secara musikal, Bleeding Corpse mengaku ter-influence oleh band-band brutal death metal seperti Suffocation, Disavowed, Devourment, dan Disgorge.
Sambil menjalani berbagai aksi panggung lokal, mereka masuk studio untuk merekam lagu-lagunya. Akhirnya di tahun 2008 Bleeding Corpse berhasil merilis album debut album bertitel Resurection of Murder yang diproduksi Pieces Records, sebuah label independen yang juga dikelola oleh Dani [drummer Jasad].
DEADLY BRONX Bleeding Corpse adalah generasi ke-tiga atau malah ke-empat dari klan Ujungberung Bandung. Mereka adalah hasil kaderisasi yang penuh potensi dari kampung metal yang telah melahirkan banyak band berbahaya di tanah air. Setelah Jasad dan Disinfected, satu lagi bibit baru yang berdarah-darah dari persekutuan Homeless Crew.
apokalip.com
Posted by The Creature at 12:05 AM 0 comments
Labels: death metal
Monday, January 26, 2009
MORBID DUST
Morbiddust terdengar eksistensinya pada tahun ‘90-an. Berawal dari saudara kembar Doddy “Cimplink” & Diddy “Complonk” yang ingin mencoba mengikuti kakaknya ( gitaris SYNDROME ) dalam bermusik di jalur music metal. Line up pertama adalah Complonk pada posisi Bass, cimplink sebagai Gitaris dan Nunu Tukang Genjot Pedal. Dari awal bermusik mereka membawakan lagu-lagu dari Terrorizer, Slayer, Kreator, Napalm Death.
Pergantian personil dalam sebuah band adalah hal wajar, begitu juga dengan MD. Keluarnya Nunu membuat MD berpikir keras mencari pengganti drummer. Akhirnya bergabunglah Yuli sebagai Bassist dan Ary Keling mengganti posisi Nunu sebagai drummer.
Tak berapa lama MD malang melintang di dunia metal, akhirnya mereka harus kembali bubar dikarenakan kesibukan para personil dalam berkegiatan belajar. Yah..sekolah adalah prioritas utama anak SMP. Pada akhir tahun 2004 Morbiddust rebirth setelah kurang lebih 10th vakum. Fresh From Hell line up baru yaitu Demit Kembar (Doddy “Cimplink & Diddy “Complonk” ) Guitar, AdiShalvo pada Bass, Kancil “The Unholy Mbachoter” sebagai Tukang Mbachot & Additional Drummer oleh Bangkit “Deranged Wheels”.
Dalam perjalannan di berbagai gigs, MD slelalu meng-covers song dr Suffocation, Malevolent Creation,dan Dying Fetus. Yeah, Death Metal adalah idealis dr MD. Dari pengalaman covers song band diatas, akhirnya MD memutuskan membuat materi lagu sendiri. Akhir tahun 2005 MD memulai proses materi album dan pertengahan tahun 2006 materi selesai, MD pun mengeluarkan demo/promo “ …and the Worst Friend And Enemy Is But DEATH” Berisi 2 lagu ; 1. Hand Of God, 2. Don’t Let Uncle Sam Win. Demo/promo ini di sebar free ke teman, radio, label, zine. Respon positive yg kami terima cukup menggagetkan dan membuat kami bersemangat dalam berkarya.
Awal tahun 2007 MD mencoba menawarkan materi ke label death metal, yaitu Rottrevore Recs, Jakarta. Mereka ternyata tertarik dengan 11 materi lagu yang ditawarkan, dan akhirnya MD join dengan Rottrevore Recs for The Next deadly Troop. Pada Juni 2008 Rottrevore Records mengeluarkan album pertama Morbiddust yang didistribusikan oleh Alfa Recs Jakarta. Debut album pertama Morbiddust berbandrol “War Is Forever” berisikan 11 lagu dalam Bahasa Inggris, bertemakan perang dan seluk beluk di dalamnya termasuk diantaranya, army, patriotism, zionisme, veteran, tawanan perang dan sebagainya. Berbagai perasaan tertumpah di 11 lyrics tersebut.
Amarah, kesedihan, kebencian dan lain sebagainya. Dari berbagai sudut korban dan pelaku menurut subyektivitas dan pengetahuan yang terbatas dari Morbiddust. 11 lagu full aransemen perpaduan harmoni, skill, brutality dengan sound yang berat oldskull serta new school metal. Dan vocal growl yang remnya blong berisi tumpahan amarah seribu tahun. Grinding yang intense tak berkesudahan, soul lagu didapatkan dari 11 lagu yang variative dan tidak membosankan ini. “War Is Forever” adalah debut album yang tak kenal kompromi. Extreme Progresive Death Metal, but itu semua terserah anda yang menamai genre music mereka.
dapurletter.com
Posted by The Creature at 11:52 PM 0 comments
Labels: death metal
NAVICULA
Bisa dibilang musik adalah agama kita, didalamnya ada filosofi, etika, & ritualnya. it’s all about Rock - Roll. Navicula didirikan tahun 1996 di Denpasar, Bali oleh dua aktivis musik: Robi dan Dankie. Setelah beberapa kali ganti personil di tahun-tahun awal band ini dibuat, formasi terkini adalah: Rob (vokal, gitar), Dankie (gitar), Made (bass), Gembull (drum). Nama Navicula diambil dari nama sejenis ganggang emas bersel satu, berbentuk seperti kapal kecil (dalam bahasa Latin, Navicula berarti kapal kecil).
Band ini mengusung grunge sebagai warna dasar musik mereka, berpadu dengan beragam warna etnik, psychedelic, alternatif, progresif, dibalut rock murni. Liriknya sarat dengan pesan aktivisme dan semangat tentang Damai, Cinta dan Kebebasan. Navicula dikenal aktif di dunia indie musik, walau sempat kontrak dengan major label Sony-BMG di tahun 2004. Bersama Sony-BMG, Navicula merilis album ke-4 mereka yang berjudul, Alkemis. Namun, tahun 2007 album ke-5 mereka, Beautiful Rebel, dirilis secara independen dan band ini kembali mengobarkan semangat idealisme mereka melalui jalur indie. Navicula bermarkas di Bali dan tetap eksis di dunia musik nasional meski berjuang di jalur indie. Sejak launching album ke-5, Navicula sudah mulai mengadakan promo tur ke daerah Jawa.
Musik Navicula dipengaruhi kuat oleh alternatif rock 90-an, terutama grunge / seattle-sound dari band-band macam Soundgarden, Pearl Jam, Alice in Chains, dan Nirvana. Namun, yang membuat musik mereka menjadi sedemikian unik adalah pekatnya pengaruh budaya Bali saat ini sebagai melting-pot dunia (tempat bercampurnya beragam budaya), dan kesempatan untuk berkreasi di suatu kondisi yang sangat kontras ini. Dari budaya spiritual klasik Bali, hingga para seniman internasional yang menetap di Bali untuk menimba inspirasi, dan kultur punk rock di pelosok Kuta, band ini memperoleh rasa asli mereka melalui semua hal tersebut, rasa ‘golden green grunge’, rasa Navicula.
Discography:
Beautiful Rebel, 2007. Produksi: Electrohell, Bali
Alkemis, 2005. Produksi: Sony Music Indonesia
NavicoreNeorockClub (E.P), 2003. Produksi: Navicula
K.U.T.A (KeepUnityhruArt), 2002. Produksi: Navicula & The Beat mag, Bali
Self-Portrait, 1999. Produksi: Mendung Troops, Bali
Album kompilasi:
Moshpit Mavericks (A-Rock Society & The Blado / 2007)
Raw and Rare (Rolling Stones Indonesia / 2007)
Noise vs Noise (Blackmouse Jakarta / 2007)
Skipped Tracks (Trendsetter, Bali / 2006)
Not For You : Kompilasi Grunge Jakarta (Rebel, Jakarta / 2006)
Total Feedback Grunge Compilation (Total Feedback, Jakarta / 2002)
Underdog Society (Underdog, Bali / 1998).
dapurletter.com
Posted by The Creature at 11:42 PM 0 comments
Labels: grunge
GELAP
Gelap dibentuk oleh Rinsdark (Vocal), Anggaspin (Guitar) dan Hafidrock (Keyboards) pada November 2006, setelah pengunduran diri Rinsdark dari Band Gothic Metal Jakarta, Dreamer pada Oktober 2006. Awalnya Gelap merupakan Proyek dari Rinsdark, Anggaspin dan Hafidrock yakni Dark Rock yang hampir dipengaruhi oleh beberapa genre Progressive, Dark Rock, Gothic dan Metal seperti Adagio, Ayreon, Pain of Salvation, Dream Theater, Cynic, Katatonia, Aghora, Sinergy, Lacuna Coil, Within Temptation, Evanescence dan beberapa rerefensi musik lainnya.
Di awal 2007, Rinsdark dan kawan2 memutuskan untuk membentuk Proyek ini agar lebih solid lagi dalam sebuah Band, yang diberi tajuk GELAP. Gelap sendiri diambil dari musik yang diusung serta lirik dalam lagu-lagu yang memiliki atmosphere kesuraman dan kekelaman. Pada Februari 2007, Rinsdark merekrut Nurmakhana sebagai backing vocal, Oewis sebagai Bass Player dan Putra sebagai Drums Player, dan mengikuti sebuah Kompilasi Gothic Metal, bertajuk “MEMORIES OF DARKNESS” yang merupakan rilisan dari HENCEFORTH RECORDS, salah satu Record Label Metal dari Jawa Timur. Henceforth Records yang diikuti oleh beberapa band Gothic Metal Indonesia seperti Sadie (YK), Total Tragedy (SBY), Camboja, Elmeod (BDG), Milagrosh (BKS) dll.
Performa perdana Gelap adalah pada sebuah gigs Rock & Metal bertajuk GREEN SOUND pada bulan April 2007 di Jakarta, yang diadakan oleh The Greenies Productions. Pada Mei 2007, Putra Mengundurkan diri dari Gelap dan digantikan oleh Herry, dan pada Juni 2007,Nurmakhana mengundurkan diri dari Gelap dan digantikan posisinya oleh Iwedgoddess serta Hafidrock digantikan oleh Ayo Mc Odd. Saat ini, dengan formasi baru Gelap merubah konsep band menjadi 2 vocal dengan karakter berbeda, dalam konsep ini Rinsdark sebagai Vocal dengan Karakter Moderen Rock/Metal dan Iwedgoddess sebagai Vocal dengan karakter Gothic, Mezzo-Sopran dan Sopran plus tehnik falceto untuk memberikan sentuhan yang berbeda dalam komunitas Rock/Metal Indonesia, dalam hal ini Gelap ingin mengusung musik yang lebih “Touchy, Tasty, Dark, Symphonic dan Harmonic” yang teramu dalam aransemen berdistorsi, sehingga Musik Gelap diharapkan dapat “masuk” ke semua telinga pecinta musik Rock/Metal di Indonesia.
Gelap pada Juli 2008 akan segera mengelauarkan Album Perdana berjudul Gerbang Timur, yang berisi 7 Track. CD ini didistribusikan oleh Rottrevore Records, Indonesia. Target Promosi Gelap adalah hingga akhir tahun 2008, agar Musik Gelap dapat terjamah ke seluruh telinga penggemar musik Rock/Metal Indonesia.
dapurletter.com
Posted by The Creature at 11:21 PM 0 comments
Labels: gothic metal
/RIF
Aku Jadi Raja... Penggalan lirik tersebut, adalah potongan lagu yang melabungkan nama /rif ke jajaran grup rock papan atas di Indonesia. Sebelumnya, band asal Bandung ini hanya berputar-putar di Bandung dan sekitarnya saja. Tapi perjuangan /rif mencapai tataran itu, tidak diraih dengan sekali tepuk. Ada proses panjang yang dilewatinya.
Cikal bakal /rif berawal dari Badai Band (1992), yang antara lain mencatat nama Baron (mantan gitaris Gigi). Setahun berikutnya, band ini bertukar personel dan berubah nama menjadi R.I.F., singkatan dari rhythm in freedom. Tahun 1995, titelnya berubah lagi menjadi rif tanpa singkatan -- plus garis miring berwarna merah. Jadi, logo "/rif" bisa diartikan sebagai "alternatif, atau, beda, miring, berani". Juga menggambarkan visi bermusik mereka, yang "/ (alternatif), sebagai sebuah grup, dan bukan perorangan".
Grup ini cukup kondang di lingkungan remaja Bandung yang maniak musik alternatif. Tiap malam Sabtu, kafe O'hara's Tavern Bandung selalu sesak jika /rif unjuk kebolehan. Disitu, biasanya mereka membawakan hits-hits milik kelompok Pearl Jam, Bush, Smashing Pumpkins, Green Day, atau U 2 -- selain karyanya sendiri. Di hari lain, /rif menjadi band pembuka konser Java Jive dan Kahitna di Hard Rock Café Jakarta. Setelah itu, aktivitas manggungnya kian melebar ke kota-kota lain, sebut saja Yogyakarta, Semarang, Tasik Malaya, Banjar, sampai Balikpapan.
Puas wira-wiri di beberapa pentas musik, /rif terobsesi membuat album. Caranya, mereka membuat indie label pada 1997, dan diedarkan di radio-radio Jakarta dan Bandung. Itu terwujud lewat formasi Andy (vokal), Iwan (bas), Jikun (gitar), Deni (gitar), dan Magi (drum). Kaset itu mendapat sambutan yang bagus. Sony Musik Indonesia tertarik, dan meminta demo musik mereka. Selain tembang Raja, seluruh lagu dalam demo itu dibuat dalam bahasa Inggris, namun akhirnya diganti bahasa Indonesia saat rekaman. /rif menjadi grup musik pertama yang di kontrak Sony Musik Indonesia.
Lewat debut album Radja (Oktober 1997), /rif langsung menggurita di kancah musik Indonesia, dan menjadi band beraliran alternatif pertama yang sukses masuk bilik rekaman. Album ini laris di atas 300 ribu kopi, sehingga pihak Sony memberikan double Platinum. Lalu, disusul Salami atau "Selamatkan Dunia Ini" (1998), yang mencuatkan hits Si Hebat dan Aku Ingin. Pada tahun 2000, /rif merilis Nikmati Saja, dengan mengusung lagu-lagu bertempo middle rock dan bertempo cepat, seperti lagi Loe To Ye.
/rif kini dinilai sebagai grup musik yang progresif dan selalu menyuguhkan warna yang variatif serta inovatif dalam setiap penampilannya. Sebuah sajian musik alternatif dalam arti sesungguhnya : mengeksplorasi beberapa basic musik, seperti bossanova, jazz, rock, punk, dan ska -- namun simpel dan easy listening. Musik seperti ini tampaknya memang sangat akomodatif buat kaum muda.
tembang.com
Posted by The Creature at 3:28 AM 0 comments
Labels: alternatif, rock
DONNY FATAH
Salah satu pentolan band rock legendaris God Bless adalah Donny Fatah. Pria kurus ini masih menjadi motor grup rock yang terolong karatan di blantika musik rock Indonesia. Pemilik nama asli Jidon Patta Onda Gagola ini sudah berusia lebih dari setengah abad. Tapi melihat energi dan kemampuannya, dia tak akan menyerah dibandingkan dengan musisi yang lebih muda. Selein itu, orangnya sederhana dn rendah hati. Kalau bertemu dengannya, bisa-bisa Anda kecele karena tak meyangka dia adalah salah satu musisi top.
Donny Fattah mengenal musik sejak duduk di bangku SD. Ayahnya, Eddy M Gagola adalah anggota ABRI yang menguasai berbagai alat musik. Di waktu senggang, ayahnya sering memainkan piano, saksofon atau gitar. Hanya saja, sang ayah tidak mau mengajarkan keahlian yang dipunyai kepada delapan anaknya.
Karena tertarik melihat ayahnya memainkan musik, Donny dan adik-adiknya mempelajari musik sendiri secara diam-diam. ''Pengaruh ayah sangat dominan dalam diri saya,'' kata anak pertama dari delapan bersaudara ini.
Sewaktu belajar di SMP, bapak dua anak ini mulai berani membentuk grup band bersama teman-teman sekelas. Keasyikan bermain musik dibawanya hingga ia mempelajari ilmu kedokteran di Universitas Indonesia.
Donny masih mengenyam bangku tingkat persiapan ketika situasi politik bergejolak menjelang runtuhnya orde lama. ''Hampir tiga tahun tidak aktif kuliah,'' tuturnya. Kala mahasiswa yang lain turun ke jalan melakukan demonstrasi, Donny memilih musik sebagai bentuk aktivitasnya. Bersama teman-temannya satu grup, ia seringkali menghibur para aktivis mahasiswa dari KAMMI dan KAPPI, juga aparat keamanan dari RPKAD (Red: sekarang Kopassus).
Masa-masa vakum kuliah itulah, Donny mulai menekuni musik. Bergabung dengan berbagai grup, ia sering manggung dan mendapat honor. Tetapi grup yang dianggap grup pertamanya adalah Fancy Junior yang didirikan pada tahun 1968. Bersama Fancy yang memainkan musik lagu-lagu Led Zeppelin, ia mulai menjelajahi berbagai kota, Bandung, Semarang hingga Surabaya.
Di awal tahun 1970, bersama Achmad Albar, Ludwig Lemans, Fuad Hassan, dan Deddy Dores, ia mendirikan God Bless. Di grup yang telah berusia 17 tahun inilah, nama Donny sebagai musisi mulai banyak dikenal orang. Pertengahan tahun 1970, Donny bersama dengan adiknya, Rudy Gagola, sempat mengeluarkan dua album solo.
Tahun 1982 hingga 1985, ia pergi ke Amerika Serikat untuk belajar musik bisnis sambil bekerja di KBRI. Sewaktu berada di negara Paman Sam inilah, ia beruntung bisa berkenalan dengan banyak musisi dunia, seperti Geddy Lee, Stanley Clarke, Alex dan Eddi Van Halen, Billy Sheehan, dan Jaco Pastorius. Selama tiga tahun itu, posisinya di God Bless digantikan oleh Rudy Gagola.
Kembali ke Indonesia, ia memperkuat lagi God Bless. Setelah mengeluarkan album Raksasa dan The Story of God Bless bersama God Bless, Donny bersama personil God Bless yang lain memperkuat Gong 2000. Setelah itu, ia masuk kelompok Kantata bersama pengusaha Setiawan Djody.
tembang.com
Posted by The Creature at 3:14 AM 0 comments
Labels: bassist, classic rock, rock
OPPIE ANDARIESTA
KETIKA pertama menjelma menjadi artis penyanyi, perempuan ini masih memakai nama dagang, Ovie Ariesta. Sempat mengeluarkan satu single, Satu Malam Saja - album Pop Rock (1990), tapi kurang bergaung. Ketika itu, warna lagu yag diusung masih mengikuti selera pasar, rock. Karena gaung rock waktu sangat kencang.
Sampai akhirnya, cewek yang sempat mampir kuliah di IISIP dan Universitas Gunadarma ini merasa perlu tampil sebagai dirinya sendiri. Lahirlah kemudian Oppie. Dan terbukti, nama aslinya lebih membawa berkah. Buktinya album Cuma Khayalan meledak dan melambungkan cewek yang tampil cuek ini. Lagu yang dihapal dari dewasa sampai anak kecil (belakangan malah diangkat lagi jadi theme song iklan sebuah bank ?red).
Sayang, karirnya sempat tercoreng karena dianggap melecehkan agama. Meski tidak jelas juga, apa sebenarnya yang dilecehkan. Namun, perlahan-perlahan penyanyi bercorak blues ini mampu membangun kepercayaan dirinya kembali. Bersama BOP (bandnya Oppie), ia menjadi vokalis wanita terdepan ditengah maraknya grup musik yang banyak digandrungi remaja.
Cewek yang sudah menikah dengan Bejo nama lokal dari Kurt, lelaki bule asal Jerman?adalah bekas murid Bina Vokalia asuhan almarhum Pranajaya. Ketika masih SMA, dia sempat menjadi ratu di berbagai festival antarsekolah. Di SMAN 26 Jakarta, selain menjadi ketua kesenian OSIS, Oppie bergabung dengan band sekolah. Mereka berlatih di jalan Potlot, markas Slank, yang mempertemukannya dengan pentolan grup itu, Bimbim. Di situ, ia bermusik secara otodidak--awalnya gitar, lalu drum, piano, dan harmonika, hingga akhirnya ia yakin dan berkata, "Saya bisa membuat aransemen sendiri."
Sewaktu menjuarai Pop Singer Vinolia tingkat DKI pada 1990, pemusik senior Bartje van Houten mengajaknya rekaman pada album kompilasi pop rock dalam lagu Satu malam saja. Itulah pengalaman pertamanya dengan menggunakan nama Oppie Ariesta. Dua tahun kemudian, Isti Dary Sophia membawanya ke dunia layar kaca--menyanyi untuk paket acara musik di TVRI.
Lewat debut album Cuma Khayalan (1994), yang sanggup bertengger lama di tangga-tangga lagu tanah air, penampilan Oppie dalam video klip lagu itu menyabet penghargaan video musik terbaik versi Video Musik Indonesia. Pada 1995, ia merilis Bidadari Badung, dan merenggut penghargaan BASF Award serta Golden Award berkat tembang andalannya, Ingat-ingat Pesan Mama.
Di album ketiga Berubah, pengagum James Redfield (penulis buku The Celestine Prophecy) ini melakukan banyak eksperimen. Misalnya, memasukkan musik etnis Minang dan dangdut. Di album itu, Oppie diganjar sebagai penyanyi pop alternatif terbaik versi Anugerah Musik Indonesia 1998 lewat lagu Nanana?. Satu hal yang patut dicatat, sejak album pertama hingga terakhir, Oppie sendiri yang menjadi produsernya. Mulai dari pembuatan lagu hingga proses mixing.
Dalam bermusik, biduanita yang sudah melakukan umroh ini tidak mengikatkan dirinya pada satu jenis aliran musik tertentu. Syairnya dibuat sederhana, seadanya, polos, dan tanpa berbunga-bunga sebagaimana "kultur" musik gank Potlot. Musik sejenis itu pulalah yang tengah berkembang di kancah musik dunia belakangan ini lewat nama-nama The Cranberries, Sheryl Crow, dan Alanis Morissette. Pantas, jika Oppie terpilih membuka konser Alanis Morissette beberapa waktu lalu.
Belakangan aktivitas Oppie tidak sebatas di seputar dunia rekaman dan panggung musik saja, namun sudah merambah ke wilayah publik yang lain. Ia, misalnya, pernah terlibat dengan Ibu Peduli atau Kelompok Visi Bangsa saat bergejolak tuntutan reformasi di Indonesia. Di hari lain, sosoknya muncul dalam sinetron Gen-X karya rumah produksi Avangarde, dan film Kuldesak. Aktivitas layar kaca memang menjadi obsesi penggemar olahraga Yoga dan budaya India ini, salah satunya adalah menggagas program talkshow tentang dunia anak muda--dunia yang membesarkan nama Oppie, barenga dengan Dik Doang sebagai presenter.
Sebagai istri, perempuan yang sering menggunakan kostum unik juga sadar posisi. Toh suaminya yang juga dekat-dekat dengan dunia musik, tak pernah melarangnya untuk teap berkiprah di dunia musik.
tembang.com
Posted by The Creature at 3:05 AM 0 comments
Labels: lady rocker, rock
EET SJAHRANIE
Menyebut dewa gitar di Indonesia, rasanya nggak pas kalau belum menyebut nama Eet Sjahranie. Bicara gitar, berati bicara Eet. Kepiawaiannya memetik gitar membuatnya selalu dilirik band besar, termasuk sekelas God Bless.
Pria yang sudah menikah ini lahir di Bandung, 3 Februari 1952. Orangtuanya memberi nama Zahedi Riza Sjahranie. Nyaris bungsu --anak ketujuh dari delapan bersaudara-- Eet kecil mulai tertarik dengan alat musik usia 5 atau 6 tahun. Wajar saja, keluarganya memang pecinta musik. Kakak-kakaknya adalah fans berat band macam Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga BeeGees.
Namun bukan karena itu, Eet kecil tertarik main gitar, justru karena Koes Plus-lah Eet tertarik belajar gitar. "Kayaknya seru lihat aksi Yok Koeswoyo di panggung," ujarnya mengingat masa kecilnya. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri," tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.
Selain itu, ada kenangan indah yang sering dialami Eet. Waktu kecil, ayahnya, Sjahranie -- pernah jadi Gubernur Samarinda 1967-1977 sering ke Jakarta mengunjungi kakaknya. Kebetulan sang kakak jago main gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya
Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Refrensi musiknya sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur Eet.
Setelah boyongan ke Jakarta tahun 1978, Eet melanjutkan sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua.
Sempat melanjutkan sekolah musik di Amerika. Di negeri Paman Sam, Eet mengambil workshop recording sound engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi musik, antara lain, kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman.
Eet juga membantu Fariz RM saat menggagas proyek album Barcelona. Selain itu ketika Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II, Eet juga terlibat. Jalannya makin terang saat bertemu Jockey Suryaproyogo kibordis God Bless-- yang mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono, yang mengundurkan diri.
Kemudian, Eet malah ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa proyek album solo. Bukannya menggarap album solo, Eet malah menggandeng Ecky Lamoh karena suaranya yang khas. Tapi, Eet ingin format solo album dirubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EDANE.
Sampai detik ini, nama Eet Sjahranie termasuk gitaris rock papan atas di negeri ini. Teknik gitarnya masih sulit ditandingi oleh musisi-musisi penerusnya.
tembang.com
Posted by The Creature at 2:55 AM 0 comments
Labels: rock
Sunday, January 25, 2009
HENGKY SUPIT
Bicara soal pria berdarah Manado ini, memang bicara soal talenta bernyanyi yang cukup potensial sejak kecil. Saat dia berusia 12 tahun, Hengky sudah memperlihatkan ketertarikannya dalam dunia musik. Dia sering mendengarkan koleksi musik yg dimiliki ibunya [ibunya konon suka mengkoleksi kaset-kaset lawas model Led Zeppelin, Paul Anka, sampai Frank Sinatra]. Ketertarikannya itu kelak sangat mempengaruhi setiap lagu ciptaannya.
Hengky menghabiskan masa kecilnya hingga SMA di Palu [kota di Sulawesi Tengah]. Di SMA itulah, Hengky memulai petualangan dalam dunia musik dengan mendirikan band pertamanya yang bernama Interview.
Band ini cukup punya nama waktu itu. Mereka kerap diundang untuk acara sekolah dan pesta ulang tahun. Istilahnya, band ini cukup bekenlah di Palu dan sekitarnya. Sampai akhirnya ketika lulus SMA [1991], Hengky dikirim oleh orangtuanya untuk kuliah di Jakarta Orang tuanya mengirimnya ke Jakarta agar ia masuk perguruan tinggi. Tapi dasar lebih menikmati musik, di Jakarta Hengky malah memutuskan untuk bergabung dengan beberapa temannya, teman-temannya mantan satu band Interview di Palu. Mereka sepakat untuk menjadi musisi di Jakarta. Resikonya? Hengky Supit tidak dikirimi lagi uang oleh orangtuanya untuk biaya hidup sehari-hari di Jakarta.
Bermodal suara dan band, mereka --Hengky dan teman-temannya-- memainkan musik dan "ngamen" di beberapa klub. Mereka awalnya memainkan lagu-lagu Top 40. Itulah cara Hengky membiayai dirinya sendiri sejak kedua orang tuanya memutuskan untuk tidak mengirimkannya uang lagi karena kecewa ia tidak kuliah di perguruan tinggi.
Interview Band kemudian mulai menulis lagu mereka sendiri, tetapi mereka tak pernah punay kesempatan membawakan lagu mereka sendiri. Kemudian satu kesempatan besar datang, mereka diminta untuk bermain di 'breaking record' untuk acara khusus bagi Jelly Tobing, salah satu pemain drum ternama di Indonesia, yang dapat bermain drum selama 10 jam.
Di acara 'pemecahan rekor' tersebut, banyak band-band dan artis ternama tampil dalam acara tersebut, antara lain Jockie Suryoprayogo, Donny Fatah dan Tedy Sudjaja [God Bless], Totok Tewel, Didik Sucahyo, Edy Darome, Dody Keswara dan Tato [El Pamas], Iwan Fals, Ikang Fawzi, Nicki Astria, Gito Rollies, Whizzkid dan lain-lain.
Aksi Hengky Supit rupanya menggoda personil Whizzkid untuk menggaetnya menjadi vokalis. Hengky diminta bergabung dengan Whizzkid. Mulailah kariernya terbentang lebar. Di setiap kesempatan Whizzkid dan Hengky Supit memutuskan untuk memainkan lagu mereka sendiri daripada menyanyikan lagu orang lain.
Mereka ikut serta dalam beberapa kontes dan festival. Sampai puncaknya mereka ikut salah satu kontes besar, Festival Rock VI versi Log Zhelebour. Whizzkid menjadi juara II, sementara Hengky Supiot mendapatkan penghargaan sebagai penyanyi terbaik. Kemenangan ini membawa Whizzkid masuk dapur rekaman, bersama 10 finalis lainnya dalam sebuah album kompilasi. Album mereka terjual dengan baik dan Whizzkid kemudian melakukan tur, tidak hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa.
Album pertama Whizzkid berjudul "Percayalah" terjual sebanyak 200.000 kopi di seluruh Indonesia. Angka yang cukup tinggi di masa itu. Whizzkid kemudian melakukan pertunjukan di beberapa kota di seluruh penjuruh Indonesia. Album kedua Whizkid "Lepaskanlah" dikeluarkan pada tahun 1997.
Hengky sempat melakukan rekaman solo dalam album kompilasi rock Indonesia khusus penyanyi pria. Lagu, "Bila Engkau Izinkan" menjadi terkenal dan sempat menduduki posisi pertama dalam radio charts selama beberapa minggu, tahun 1995.
Sayangnya, terjadi 'friksi' di band yang mulai besar ini. sampai akhirnya Hengky Supit memutuskan untuk keluar dan bersolo karir. Solo album pertamanya berjudul "Isi Hati" keluar.
Hengky Supit kemudian diminta oleh Ian Antono untuk menjadi penyanyi latar dalam tur Gong 2000, dan Jockie Suryoprayogo memintanya untuk menjadi penyanyi latar Kantata Takwa (sebuah grup baru yang membicarakan masalah sosial dan politik di Indonesia bersama Iwan Fals, Rendra, Sawung Jabo dan Setiawan Djodi), Hengku Supit juga pernah konser bareng Geger Band [band rock yang personilnya cewek semua --red] di Ancol tahun 1998.
Usai kesibukan yang padat itu, nama Hengky Supit tiba-tiba menghilang. Ternyata, pria yang sekarang bertubuh gemuk ini "merantau" ke negeri Belanda. Selama beberapa tahun di Belanda, Hengky sibuk belajar bahasa dan mengikuti beberapa kursus tetapi dia tak pernah meninggalkan dunia musik.
Namun dunia musik memang "darahnya". Hengky tidak menolak ketika diajak oleh Kantata Takwa untuk menjadi backing vokal konsernya di Plasa Timur Senayan. Sampai saat ini Hengky masih menciptakan lagu. Rupanya dia masih ingin menggunakan kreatifitas musiknya sekali lagi, kali ini melalui media internet. Beberapa lagunya [bahasa Inggris] bisa didownload di internet. Judulnya antara lain Tinombala, Still Waiting/ dan Cant Live Without. Lumayanlah buat obat kangen dengar suara melengkingnya....
tembang.com
Posted by The Creature at 11:49 PM 0 comments
Labels: classic rock, rock
LOG ZHELEBOUR
DARI berbagai festival musik yang diselenggarakan, mulai dari Festival Lagu Pop Nasional, Lomba Cipta Lagu Prambors, Lomba Cipta Lagu Dangdut, Kontes Band Yamaha hingga Cipta Pesona Bintang di layar kaca (RCTI) ternyata festival musik rock versi Log Zhelebour ke 10, tanggal 10 dan 11 Desember 2004 di Stadion Tambaksari, Surabaya, yang paling tahan banting. Sementara festival dan lomba yang lainnya berhenti karena berbagai hal, salah satu diantaranya karena ketiadaan sponsor.
Penyandang dana dalam pergelaran musik penyanyi atau grup dari dalam mau pun luar negeri dan ajang lomba seperti festival di negeri ini memang sangat diandalkan. AMI (Anugerah Musik Indonesia) yang untuk kesekian kalinya diadakan kali ini didukung Samsung, setelah sebelumnya sempat kalang-kabut ketika Sharp menarik diri menjadi sponsor. Penghargaan bagi industri musik Indonesia itupun menjadi AMI Samsung Award.
Demikian juga festival musik rock versi Log Zhelebour, dikenal sebagai Djarum Super Rock Festival. Perusahaan roikok itu mendanainya sebanyak delapan kali (1984, 1985, 1986, 1987, 1989, 1993, 2001, 2004) dari 10 kali penyelenggaraannya, dengan diselingi Gudang Garam (1991) dan stasiun televisi Indosiar (1996). Tahun-tahun belakangan ini dominasi perusahaan rokok sangat terasa dalam pertunjukan musik pangung, seperti A Mild Live Soundranaline melibatkan sejumlah penyanyi dan grup musik.
Iklan-iklan Djarum Super yang lengkap dengan mobil jeep, rakit, dan jerat tambang pada tebing atau mengidentikkan diri dengan sportivitas olahraga sepakbola dan bulutangkis di media cetak dan elektronik ternyata dirasakan belum terasa cukup. Hingga merasa perlu mengeluarkan dana milyaran rupiah bagi festival musik musik rock versi Log Zhelebour sejak 20 tahun lalu. Menurut manajer senior Djarum Super, Handojo, visi dan missi festival itu kebetulan sesuai dengan manajemen salah satu dari tiga perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu.
Untuk memperoleh dukungan sponsor tentu saja tidak mudah. Seperti yang diakui Adrie Subono dari Java Musikindo yang biasa mendatangkan penyanyi dari mancanegara. Apakah penyanyi atau grup sesuai dengan image produksi dan keuntungan apa yang akan diperoleh jika menjadi sponsor sangat diperhitungkan. Bagaimana pun seorang promotor harus benar-benar meyakinkan calon sponsornya dengan berbagai dalih dan alasan. Kalau gagal bisa mengacaukan cash-flow yang sudah disusun. Jadi apa yang diperoleh Log Zhelebour selama 20 tahun menggandeng Djarum Super bisa dikatakan menjadi prestasi tersendiri.
Kiprahnya Ong Oen Log, yang dikenal sebagai Log Zhelebour dalam dunia musik tidak terlepas dari gaya bisnisnya yang melibatkan keluarga. Kerabat, adik hingga nyonya Siong, ibu kandungnya yang semula menentang, menjadi seksi sibuk yang nyaris luput dari perhatian. Kalau sebelumnya Log bisa dikatakan menangani hampir semua hal hingga yang sepele, sebelum mendelegasikannya pada staff yang terdiri dari kerabat dan anggota keluarganya itu.
Pembayaran honor juri atau honor penyanyi dan grup peserta festival sebagai contoh, pernah dilakukannya dengan mengambil uang dari loket penjualan karcis masuk tanpa tanda terima. Uang hasil penjualan tiket itu biasanya dimasukan ke dalam karung dan tidak jarang karung itu minta dibawakan oleh salah seorang juri atau siapa saja yang dikenal dan kebetulan berada di dekatnya. Hingga kalau juri A diberi honor Rp. 200.000,- misalnya, juri B bisa saja memperoleh Rp. 300.000,-. Kalau juri A menuntut kekurangan honornya, Log meluluskan begitu saja.
Pada awal langkah Log, ibunya mengatur tranportasi para pemusik peserta festival dan juri. Mulai dari pemesanan tiket pesawat, kereta api, pemesanan kamar hotel hingga kendaraan yang mondar-mandir ke tempat acara dilakukan si ibu melalui telpon dan staffnya.
Log merintis karir promotornya sejak tahun 1979 dengan menggelar konser grup band kecil hingga menampilkan grup rock papan atas ketika itu seperti SAS asal Surabaya dengan Super Kid dari Bandung dalam pertunjukan diberinya judul Rock Power. Setelah itu berlanjut dengan penyanyi rock wanita Euis Darliah, Sylvia Saartje, Farid Harja & Bani Adam serta grup Giant Step.
Perkenalannya dengan musik rock diawali laki-laki kelahiran Surabaya, 19 Maret 1959 ini, ketika duduk di bangku SMP. Setelah lulus dari SMA St. Louis Surabaya, 1977, baru dia memulai karirnya sebagai promotor pergelaran musik rock, didahului dengan berbagai kegiatan musik disko.
Dengan sebuah mesin tik dan mengendarai sepeda motor Honda, Log berusaha meyakinkan berbagai pihak termasuk sponsor tentang usahanya mementaskan musik rock yang waktu itu rawan kerusuhan. Promosi berbagai poduk yang waktu itu dilakukan hanya sebatas melalui radio dan spanduk. Sementara TVRI, satu-satunya stasiun televisi, tidak menerima iklan dan musik rock nyaris tidak menjadi pilihan sebagai program acara.
Log perlu waktu lima tahun untuk meyakinkan Djarum Super agar bersedia menjadi penyandang dana sebuah festival musik rock yang dicita-citakannya. Memang menjadi pertanyaan banyak pihak, bagaimana Log mampu melakukan hal itu. Mengingat caranya berkomunikasi sangat sederhana dan menggunakan bahasa sehari-hari minus jurus diplomasi.
Pernah terjadi Log diminta menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi tentang showbiz. Tanpa makalah atau teks dia bercerita panjang lebar tentang karirnya dengan sangat membosankan. Hingga salah seorang peserta meragukan sampai di mana Log bisa bertahan, apalagi jika harus berhadapan dengan calon sponsor. Namun catatan membuktikan Log bahkan melebarkan sayapnya dengan membuat pergelaran grup rock mancanegara seperti Sepultura, Mr BIG dan grup White Lion dan yang terakhir Hellowen. Walaupun ketika manajer grup Sepultura berkomunikasi dengan bahasa Inggris, Log justru menjawabnya dengan bahasa Jawa.
Itulah kelebihan Log. Dia bisa melakukan apa yang tidak dilakukan promotor lain. Sesuai dengan namanya Zhelebour (asal kata selebor, yang bisa berarti semaunya, baik dalam berpakaian, bicara dan bertindak), Log memang tidak perduli dengan komentar orang, apa yang dianggapnya baik dilakukannya. Sepanjang memimpin penyelenggaraan Djarum Super Rock Festival X di Surabaya, dia tidak berpakaian lain kecuali celana sebatas betis, kaos-oblong dan rompi. Bedanya, kalau dulu dia bersepeda motor Honda bebek, sekarang dengan sedan BMW plus sopir.
Ketika mengikuti tour BASF Award di Eropa tahun 1992 bersama sejumlah penyanyi, Log menyepatkan diri menonton film In Bed With Madonna. Karena tanpa teks dan Madonna berbahasa Inggris, langsung dia meninggalkan tempat pertunjukan ketika filmnya baru diputar setengah jam. Maksudnya ingin menyaksikan bagaimana kelakuan Madonna di atas ranjang, ternyata film itu menceritakan kegiatan penyanyi seksi itu di belakang panggung. Bahasa Inggris Log memang hanya sepotong-sepotong, tapi bila perlu dia bicara dengan siapa saja dan memperkenalkan dirinya dengan bangga, “ I’m mister Zhelebour.”
Gayanya itu barangkali cocok dengan musik rock yang digelutinya. Meskipun sebenarnya Log bisa dikatakan tidak mengikuti perkembangan musik rock internasional secara intent, diam-diam sebetulnya dia tahu betul peta musik rock Indonesia. Langkahnya pun sangat tepat ketika memulai karirnya sebagai promotor. Pada tahun 1979 grup rock God Bless merilis album rekaman Cermin yang semua lirik lagunya berbahasa Indonesia. Master rekaman produksi JC Collection itu sekarang menjadi milik Logiss Record, perusahaan rekaman yang didirikan Log bersama Iwan Sutadi Sidartha (ISS) dari Indo Semar Sakti dan Billboard Records. Setelah itu dia memproduksi rekaman God Bless selanjutnya, Semut Hitam, Raksasa dan Apa Kabar dan membuat pertunjukannyan di sejumlah kota tanah air, termasuk Banda Aceh.
Sewaktu suasana politik di Indonesia gonjang-ganjing pada tahun 1997 – 2000, festival rocknya berhenti. Selama kurun waktu tiga hingga empat tahun itu Log menerukan bisnis musik rocknya melalui rekaman God Bles dan Jamrud. Pada saat itulah eksistensi Jamrud sebagai grup rock nomor satu dikukuhkan melalui rekaman-rekamannya yang berhasil mengatasi produk serupa lainnya.
Jadi Log memang identik dengan musik rock. Keberhasilannya menaikan para penyanyi dan grup musik rock ke atas panggung dipertegaskannya dalam memproduksi rekaman lewai album-album Jamrud: Nekad (1996) yang terjual 150.000 kaset dan CD, Putri (1997, 200.000 kaset/CD), dan Terima Kasih (1999, 800.000 kaset dan CD). Keberhasilan ini membawa Jamrud, bersama Log tentunya, tampil di Jepang dan Korea serta melakukan rekaman di Australia. Merasa belum cukup, diterbitkannya tabloid Rock. Tapi sayang usahanya di media cetak ini tidak seberhasil bisnisnya di panggung dan rekaman.
Tapi aneh juga, mungkin karena inilah selebornya Log, sejak bulan Agustus lalu hingga di atas panggung Djarum Super Rock Festival X awal Desember ini, berulang-ulang dia menyatakan akan menghentikan kegiatan festivalnya. Dan hanya berkonsentrasi dalam memproduksi rekaman dan memproduksi pertunjukan untuk Jamrud atau grup lainnya.
Meskipun Log tidak mengatakannnya secara pasti, berita yang terhimpun menyatakan dia merasa kurang puas dengan pihak sponsor yang sangat mengetatkan dana yang dikucurkan. Sebagai perbandingan, sponsor mengucurkan dana Rp. 8 milyar pada tahun 2001, tahun ini Rp. 10. milyar. Memang meningkat dalam jumlah, tapi ongkos produksi juga sudah berkalki-lipat dan daerah para peserta lebih luas.
Alasan Log antara lain adalah bahwa dia merasa sudah tua dan ingin memberi kesempatan ke pada yang muda-muda untuk melakukan hal yang sama. Namun pertanyaannya adalah adakah figur yang seselebor dan setahan banting seperti Log? Dan sanggup melahirkan penyanyi rock seperti Ita Purnamasari, Mel Shandy atau grup rock seperti Elpamas, Grass Rock, Slank, Boomerang dan Jamrud? Ditambah lagi dengan finalis Djarum Super Rock Festival X 2004: Mujizat (Bandung, juara 1), Take Over (Banten, juara 2), Loe Joe (Makasar, juara 3), MR. X (Banjarmasin, juara Harapan) dan dan Daun (Kediri, juara favorit).
Dari teknologi masih sederhana, Log mengawal festivalnya dan meningkatkannya dengan konsisten. Sehingga memacu para pemusik, terutama dari luar pulau Jawa, menekuni perkembangan teknologi yang terus berkembang. Yang akhirnya menyebabkan ketimpangan pengetahuan para pemusik akan hal itu terus berkurang dari tahun ke tahun.
Karena perkembangan teknologi itu seorang pemain keyboard dari luar pulau Jawa pada awal tahun 1990 pernah tidak bisa menguasai peralatan musiknya ketika harus tampil di atas panggung semifinal, hingga grupnya gugur. Tapi semua itu tidak terjadi lagi sekarang. Ironis tentunya sebuah ajang yang sudah teruji selama 20 dan menggelarkan 10 kali festival yang melahirkan sejumlah bintang musik rock berakhir sampai di sini.
Pihak Djarum Super sendiri sebagai sponsor tidak bersedia memberi komentar dan menyerahkannya semuanya ke pada Log. Begitu festivalnya yang ke sepuluh ini selesai, Log tampaknya santai saja langsung merekam 10 finalisnya dan tentunya dia akan sibuk mempromosikan dalam usaha melahiran bintangnya yang baru.
Hanya saja situasi ini memperlihatkan betapa menentukannya peran para sponsor dalam pergelaran sebuah festival. Stasiun televisi Indosiar mendukung AFI, RCTI dengan Indonesian Idolsnya, TPI dengan KDI, TV7 dengan Dream Bands dan Yamaha dengan kontes pemain keyboard dan gitar
Promotor musik perempuan Rini Noor dari Nepathia Production yang juga gandrung dengan musik rock dan pernah bekerjasama dengan Log menggelar pertunjukan grup Hollowen, menandaskan bahwa Log itu one and only. Tidak ada promotor musik di sini yang seperti Log yang memuja promotor tinju Don King itu.
THEODORE KS, Kompas, Kamis 23 Desember 2004
Posted by The Creature at 10:53 PM 0 comments
DOWN FOR LIFE
Rentetan serangan pasukan babi neraka adalah amunisi dari permainan gitar dua bersaudara, Imam Santoso dan Sigit Pratama, yang bersahutan saling mengisi, ditimpali bass line dengan sound berat dari Ahmad 'Jojo' Ashari, vokal provokatif dari Stephanus Adjie, serta skill drumming penuh power dari Wahyu 'Uziel' Jayadi. DFL bikin hardcore menjadi begitu agresif, brutal dan metalik. 'Bengawan Solo' riwayatnya kini sudah tidak se-syahdu biasanya.
Membicarakan musik cadas di kota Solo, ada satu band yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja, yaitu Down For Life [DFL]. Pengendali metal kota Bengawan ini sudah malang melintang di jagad musik cadas hampir delapan tahun. Selama itu pula mereka memporakpandakan batasan esensi bunyi dan suara. Aksi panggung di ratusan panggung besar dan kecil di dalam dan luar kota membuat nama mereka begitu santer disebut sebagai band paling berbahaya dari kota Solo. Band ini dibentuk di kota Solo oleh beberapa individu yang sebelumnya terlibat dalam kolektif band-nya masing-masing dan lalu beraliansi dalam kelompok bernama DFL. Setelah tertunda hampir empat tahun, akhirnya debut album resmi mereka yang bertajuk Simponi Kebisingan Babi Neraka dirilis di bawah minor label Belukar Records.
Sebelumnya, sejumlah rilisan tidak resmi atau bootleg berupa promo sudah tersebar secara gratis dan dapat diunduh di mana-mana. Sebenarnya ada beberapa label major dan minor menawarkan berbagai kerjasama tapi tidak menghasilkan kesepakatan dan bentuk yang signifikan. Di sela jadwal manggung yang begitu padat, mereka masih dapat meluangkan waktu untuk proses recording, mixing dan mastering di Biru Recording Studio [Solo] selama bulan Oktober hingga Desember 2007. Bersama sound engineer handal Setyo, yang juga soundman DFL saat live, akhirnya dihasilkan sepuluh komposisi cadas yang sangat anthemik. Singel Tertikam Dari Belakang jadi high rotate request di berbagai radio lokal, menyusul singel sebelumnya Change. Beberapa singel yang lain juga tercatat sempat ikut dalam berbagai proyek kompilasi. DFL yakin jika Simponi Kebisingan Babi Neraka adalah jawaban bagaimana musik cadas seharusnya dimainkan. Sambut himne kejayaan pasukan babi neraka dari kota bengawan!...
DFL menghadirkan gitaris band rock veteran DD Crow [Roxx] di lagu Menuju Matahari. Singel Pasoepati merupakan anthem kelompok suporter sepakbola dan disumbangkan dalam kompilasi untuk Persis Solo. Sampul album mereka dikerjakan oleh artworker handal, Jahloo Gomez dari Belukar.
Apokalip
Posted by The Creature at 3:23 AM 0 comments
Thursday, January 22, 2009
SEJARAH MUSIK ROCK INDONESIA
Awal Mula
Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP.
Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.
Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.
Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.
Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).
Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.
Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.
Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).
Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.
29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.
10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.
Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop
Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
Parklife hingga Death Goes To The Disco.
Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.
Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-
komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.
Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.
Bandung scene
Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan
membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.
Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.
Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.
Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.
Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.
Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!
Scene Jogjakarta
Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.
Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga
Mesin Jahat.
Scene Surabaya
Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.
Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.
Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.
Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Inside
yang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.
Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.
Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.
Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.
Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.
Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.
Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.
Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya label
INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.
Scene Malang
Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap
saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrial
death metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).
Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang
bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang
diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records
Scene Bali
Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia
Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang
berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.
Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyes
dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.
Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.
Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh
meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.
Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima’ sekarang ini.
tembangpribumi.multiply.com
Posted by The Creature at 11:31 PM 0 comments
Labels: classic rock, event, rock