Menyebut dewa gitar di Indonesia, rasanya nggak pas kalau belum menyebut nama Eet Sjahranie. Bicara gitar, berati bicara Eet. Kepiawaiannya memetik gitar membuatnya selalu dilirik band besar, termasuk sekelas God Bless.
Pria yang sudah menikah ini lahir di Bandung, 3 Februari 1952. Orangtuanya memberi nama Zahedi Riza Sjahranie. Nyaris bungsu --anak ketujuh dari delapan bersaudara-- Eet kecil mulai tertarik dengan alat musik usia 5 atau 6 tahun. Wajar saja, keluarganya memang pecinta musik. Kakak-kakaknya adalah fans berat band macam Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga BeeGees.
Namun bukan karena itu, Eet kecil tertarik main gitar, justru karena Koes Plus-lah Eet tertarik belajar gitar. "Kayaknya seru lihat aksi Yok Koeswoyo di panggung," ujarnya mengingat masa kecilnya. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri," tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.
Selain itu, ada kenangan indah yang sering dialami Eet. Waktu kecil, ayahnya, Sjahranie -- pernah jadi Gubernur Samarinda 1967-1977 sering ke Jakarta mengunjungi kakaknya. Kebetulan sang kakak jago main gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya
Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Refrensi musiknya sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur Eet.
Setelah boyongan ke Jakarta tahun 1978, Eet melanjutkan sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua.
Sempat melanjutkan sekolah musik di Amerika. Di negeri Paman Sam, Eet mengambil workshop recording sound engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi musik, antara lain, kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman.
Eet juga membantu Fariz RM saat menggagas proyek album Barcelona. Selain itu ketika Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II, Eet juga terlibat. Jalannya makin terang saat bertemu Jockey Suryaproyogo kibordis God Bless-- yang mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono, yang mengundurkan diri.
Kemudian, Eet malah ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa proyek album solo. Bukannya menggarap album solo, Eet malah menggandeng Ecky Lamoh karena suaranya yang khas. Tapi, Eet ingin format solo album dirubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EDANE.
Sampai detik ini, nama Eet Sjahranie termasuk gitaris rock papan atas di negeri ini. Teknik gitarnya masih sulit ditandingi oleh musisi-musisi penerusnya.
tembang.com
ROCK ADALAH SEMANGAT!! ROCK ADALAH PEMBERONTAKAN!! ROCK BUKAN HANYA SEKEDAR BEAT RHYTEM ATAU MELODI. TETAPI LEBIH DARI ITU, ROCK ADALAH JALAN HIDUP!!!
Monday, January 26, 2009
EET SJAHRANIE
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment